Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

SEHARUSNYA KITA SETAHUN

Hari ke-100 kehilangan   Aku tak pernah menyangka bahwa cerita tentangmu adalah hal yang paling mematikan untuk diriku. Aku tak pernah sehancur ini, sebab rasa sakit yang pernah seseorang beri di masa lalu, bisa kupulihkan dengan sendirinya. Aku bukan lagi tergores, tertikam, atau terjatuh, semua hal pada diriku runtuh karenamu.    Ketika aku tanpa sengaja mengingatmu, semua terasa menyakitkan. Aku berpikir, ke mana saja aku selama ini hingga tak sadar bahwa aku telah mati— ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤ ㅤㅤ  ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤH A T I K U    M A TI !!! Kau mungkin tak pernah menyadarinya, bahwa seseorang yang pernah mencintai dan juga di cintai olehmu adalah seseorang yang kau babat habis hatinya dengan benang luka.    Bahkan setelah kehilanganmu, aku masih merasakan perih yang tak berkesudahan. Bukankah kau berbangga diri? karena mampu mematikan hati yang pernah kau janjikan bahagia. Kau memang menimbulkan luka, namun semua luka karenamu tak mampu kujadikan alasan untu...

Batasan dalam Perjalanan Pulang

Jalanan lenggang pada pertengahan malam, gerimis kecil membasahi baju biru yang kau kenakan. Kita tak banyak berbincang. Ada batasan yang harus kita jaga. Dalam diam kita menemukan kebebasan, dan malam mengerti apa yang kita rasakan. Mungkin kita akan berterima kasih; kepada lampu merah yang tak buru-buru menjadi hijau, kepada jarak yang jauh menuju tujuan. Teruntuk lampu-lampu jalan, tolong jaga rahasia bahwa kita menikmatinya.

Kaleidioskop Memori

Kemari dan duduklah di sampingku Akan kuceritakan bahwa diriku pernah menjatuhkan rasa pada sesorang  yang bersamanya adalah sebuah ketidakmungkinan Namun, dia mampu melengkapi bagian rumpang dari diriku  Mengisi tiap sela dengan begitu sempurna Seolah dia memang ditakdirkan untuk menjadi belahan jiwa yang hadirnya kunantikan Aku bahagia atas dekret semesta  Yang mempertemukanku denganya  Meski secara tak terduga  Dia sangat lihai menorehkan warna pada ruang yang awalnya hampa Tanpa takut terluka ia juga merapikan serpihan-serpihan lara Yang aku saja enggan menyingkirkannya Tak lupa membubuhkan harsa setelahnya Ia bagaikan panasea untukku yang nyaris sekarat Bahkan pair jantungku tak kala mengingat dia  Dan debar itu tak berdusta-aku mencintainya Akan tetapi, semua itu sirna dalam sekejap mata Bak membenarkan bahwa risalah bahagia hanyalah fiktif belaka  Sebab kebersamaan dari jalinan kasih yang kukira kami kan amerta  Justru berbalik menyuguhkan ...

MENYELESAIKAN LARA

Kita selesai. Pada akhirnya bersama bukan lagi tujuan, melainkan kenangan. Kita pernah sama-sama terjatuh, memberi dukungan dengan bahu yang saling menyatu. Kita pernah sama-sama terluka, mencoba saling mengobati dalam ikatan yang tak pasti. Kita pernah sama-sama menelan ego, berusaha untuk memperbaiki namun nyatanya kita saling menyakiti. Kita pernah sama-sama mendamba tentang hidup berdua, menjalani hari dengan bahagia dan duka. Kita pernah sama-sama ingin menyerah, namun rasa seakan tak terarah. Kita pernah sama-sama gagal dalam mempertahankan, namun ambisi untuk tetap saling mengerti tak kunjung berhenti. Kita pernah saling mencintai, namun setelahnya kita mati.  Tentang bahagiaku yang dulu sempat kusebutkan namamu, kini mungkin harus terganti sebab semesta tak merestui kita kembali. Kamu pernah menjadi seseorang yang kuagungkan dengan sangat, bahkan celotehanmu pernah kujadikan sebagai senandung tidur yang paling kusukai. Lalu semesta menyatukan kita—dua manusia keras kepala d...