Tiga Puluh Desember
Kapak sayap waktu kian berlalu, pertanda Desember datang membawa lebatnya hujan di setiap minggu. Tetapi bagi penjual terompet yang jejaknya hanya, setahun sekali, gemuruh petir tifak sebanding dengan erangan terompetnya yang sangat bergembira meniup waktu. Beda halnya dengan kesedihan seorang penjual kalnder yang tempo waktu menumpuk-ranjangkan jualannya. "Lagipula aku sudah sangat rugi menjual waktu." gerutunya merintik kata per kata dari bibirnya. Seorang penyair bertanya kepada bapak penjual kalender itu, apakah kau menjual jenis waktu yang lain? kata sang penyair. "Mungkin maksdumu adalah waktu yang bisa kau gunakan untuk menebus kesalahanmu, ya puan? Jikalau benar begitu, beberapa hari yang lalu kuperhatikan ada orang yang mengadahkan tanganya ke langit, entah sedang meminta hujan atau menghardik diri sendiri. tetapi hujan turun waktu itu, dan tangisnya pecah ketika ia lihat pedagang terompet itu menguji coba juaalanya." Tegas, terlihat dari mata beliau.