Aku dan rasa manis yang sudah tidak sedekat dulu
Beberapa kali berpapasan dengan rumah makan yang dulu sering aku kunjungi bersama bapak dan mamah.
Rasanya waktu itu jauh lebih lebar, udaranya menari berlomba dengan kakiku yang tak bisa dihalau ke sana ke mari.
Kalau diperhatikan lagi, sekarang dindingnya seperti menyusut.
Jelas, ruangan luas itu dulu hanya milik kepalan tanganku yang kecil.
Seperti selimut bayi yang tak lagi cukup memeluk raganya bertumbuh.
Mainan, rumah balon, ayunan di taman bermain, mimpi-mimpi.
Ternyata, dari mata orang dewasa, semuanya menyusut.
Masuk memilih sudut yang paling tepat hanya untuk merasakannya dari kadar manusia yang telah bertumbuh.
Kalau di pikir-pikir, mulai kapan ya, aku sudah tidak suka makanan manis? halaman menu yang dulu susah-susah disembunyikan mamah, sekarang menjadi tidak menarik.
Kucing-kucing yang melompat, ternyata dulu itu lucu, ya?
Sudah lama rasanya tidak tertawa karena hal kecil.
Aku lupa kapan terakhir kali seseorang bertanya kepadaku,
"Dari mana ramuan keceriaan itu berasal?"
Maaf ya, periang mahir itu nampaknya sudah lupa caranya berjenaka.
Kecil, pentas bermainya luas sekali, tak berujung.
Aku rindu ketika dunia yang paling bebas adalah imajinasi..
Hari-hari yang diisi dengan berlakon sebagai seorang guru dan polisi.
Masa-masa mencari belantara untuk berdansa riang dan semua peluang yang tidak terbatas.
Aku rindu ketika mencari ujung pelangi masih terasa memungkinkan.
Menurutku, bertumbuh adalah proses yang aneh.
Kita tidak tahu di mana batas antara dipuji hanya karena berjalan satu langkah dengan dicaci hanya karena terpleset.
Pernah berlimpah asupan ambisi remaja sebelum berbagi piring dengan gagal.
Kemana perginya gairah itu dulu?
Tidak bermaksud menjadi tuna masa, hanya saja dari sudut meja yang kupilih dirumah makan ini, menjadi dewasa terasa sedikit hambar.
Komentar
Posting Komentar