Saat aku menjadi sepi; Langkah terakhir menuju abadi.

Ada masa dimana napas tersisa menjadi hening, seperti daun yang perlahan jatuh dari tangkainya. Hari itu akan datang, hari dimana namaku hanya gema, dan wajahku hanya sekedar ingatan di kepalamu. Saat hari itu tiba, aku harus berhenti meninggalkan jejak-jejak kecil di jalan yang pernah kita lewati.

Ketika napasku berhenti menjadi nada dan tubuhku hanyut dalam pelukan bumi, ingatlah aku bukan hilang hanya kembali ke asal yang memanggilku pulang. Pikirkan aku sebagai alam-mu, sebagai nada kecil dalam detak jantungmu, dan pilihlah bintang malam sebagai penggantiku yang tak lagi bisa berwujud. Jauh terlihat tidak jelas, namun selalu ada.

Kehadiranku akan memudar perlahan, seperti senja yang menyerah pada malam. Bukan karena aku ingin, tapi karena janjiku yang telah sampai pada waktu. Jangan cari aku di tempat-tempat biasa. Aku tak lagi ada di sana.  Aku telah menjadi sesuatu yang tak bisa disentuh, hanya bisa dirasakan di dada, di hati, di rindu.

Mungkin air matamu akan jatuh, Dan aku sigap menampung dengan kedua tangan semu milikku.

Aku tahu, rindu juga akan menyusup perlahan. Hal yang wajar, karena dirimu adalah manusia. Tapi jangan biarkan duka memelukmu terlalu lama, sebab aku tak ingin menjadi alasan luka. Aku tidak hilang, aku hanya menjadi satu dengan semesta-melebur menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Tapi akankah aku dikenang? Atau hanya menjadi debu di tepian waktu? Akankah malam merindukan cerita abstrak dariku? Akankah pagi menyadari absennya salamku yang biasa hadir menyapu embun? Mungkin dalam satu hari atau satu minggu kau masih dapat mengingat, setelah itu aku hanya sosok yang terbawa kencangnya angin.

Jika nanti kamu mencariku, temukan aku di senja yang merona, di gemerisik angin di sela dedaunan, atau dalam sunyi malam yang memelukmu erat. Aku akan tetap ada - dalam jiwamu aku berada. Memelukmu ketika dunia membentak, menyemangatimu dengan kicauan burung yang melewati halaman rumahmu.

Jadi simpan aku dalam bagian hatimu yang tak dapat diterka-terka manusia lain. Di sini, di ruang antara ada dan tiada, aku juga memajang wajahmu, agar ku selalu ingat, walau kau tak dapat melihat.

Bukan hilang, melainkan berpindah-pindah dalam tiap desah napas yang tak lagi aku miliki dalam tiap kenangan yang berubah menjadi kabut, menari di pelupuk mata mereka yang tersisa. 

Ini bukanlah perpisahan, kita semua berjalan ke arah yang sama, namun dengan waktu yang berbeda. Aku hanya pulang, ke rumah yang telah menungguku sejak awal. Dan di sana, aku akan menunggu-hingga kita bertemu lagi, dalam keabadian tanpa akhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Rayakan

Selamat Merayakan Cinta Sepanjang Usia Yang Kita Punya

preparation for death