Indonesia Gelap

Ke mana saja mata memandang, ketidakberesan terpampang nyata. Sosial media, tembok-tembok jalan, tatapan mata orang-orang yang penuh kekhawatiran, semuanya saling berisisan untuk mengabarkan hal-hal buruk yang sedang terjadi di negeri ini.

Sebagai warga biasanya, tidak banyak yang bisa saya lakukan selain turut menyuarakan kegelisahan dan memukul mundur argumen bayaran yang kebetulan lewat di linimasi. Sekecil-kecilnya perlawanan yang bisa dan mampu saya lakukan, akan saya lakukan.

Masalahnya, gempuran berita buruk yang berasal dari Istana selalu punya cara untuk bikin pusing kepala. Saya takut, jika hal tersebut terus dibiarkan, kewarasan saya bisa lenyap. Tanda-tanda itu sudah mulai terasa ketika membuka linimasa dan hampir tidak pernah menemukan berita baik tentang negeri ini.

Jika apa yang sedang kejadin saat ini terus-terusan terulang: Pemerintah yang bingung bikin kebijakan, seolah rakyat jadi kelinci percobaan, mau terapkan A, diprotes, tak lama kemudia dikoreksi sendiri setelah efeknya mengkhawatirkan - contoh, kebijakan pembatasan LPG 3kg lalu wacana efisiensi anggaran pendidikan - lalu seolah tampil sebagai pahlawan atas masalah yang mereka ciptakan sendiri, rasanya kita tidak punya harapan yang banyak untuk bisa hidup tenang sebagai Warga Negara Indonesia.

Belum lagi bicara soal peran dan kinerja lembaga atau pos esensial seperti polisi, presiden beserta menteri-menterinya, anggota dewan yang acakadut. Komentar-komentar yang dilempar ke publik jarang bikin hati tenang, kebanyakan hanya menyulut emosi saja.

Buat apa tetap tinggal di dalam perahu yang punya kemungkinan sebentar lagi karam?

Saya, kamu, dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada semua kebijakan yang dibuat mereka yang di atas, perlu banyak menghela napas dan mendayahgunakan akal dengan maksimal untuk memahami bagaimana mereka berpikir.

Setiap hari, tidak peduli tanggal merah atau kucingmu meninggal, ada saja tungkah laku atau pernyataan mereka yang sebenarnya sudah tak lagi mengejutkan, tapi entah kenapa selalu terasa menjengkelkan. Kita tahu sesuatu yang akan terjadi dan itu bukan hal  yang kita harapkan.

Mereka yang diatas berkilah efisiensi anggaran ini bertujuan mulia yaitu mengurangi pemborosan sumber daya. Tentu saja, Pemborosan memang mesti segera dicegah tepat saat kita tahu hal itu sedang terjadi. Lebih baik lagi jika diperhitungkan jauh-jauh hari.

Sayangnya terlalu banyak pertanyaan sepele yang mengusik soal wacana efisiensi ini. Salah satunya adalah jika memang berniat efisiensi, kenapa membentuk kabinet yang gemuk beserta jajalan jabatan di bawah lainnya - yang tentu saja menambah beban anggaran?

Entahlah setidaknya saya perlu tetap waras. Apa pun keadaannya. Beberapa cara yang saya lakukan yaitu melakukan hal-hal yang saya senangi yaitu menuliskan keresahan ini. Sebisa mungkin membuat otak sibuk dengan sesuatu yang berdampak baik bagi diri - baik fisik maupun rohani. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Rayakan

Selamat Merayakan Cinta Sepanjang Usia Yang Kita Punya

preparation for death