Hantu Tidak Hilang, Hanya Lupa

Kamu tidak pernah menguburku, tapi kamu membiarkanku memudar. Dan itu adalah takdir yang jauh lebih kejam.

Karena dikuburkan harus diakui, diratapi, memiliki akhir yang ditulis dalam batu. Tapi memudar? Memudar adalah ditinggalkan di antara keduanya, berlama-lama dalam gema dari apa yang dulu, hanya ada di ruang-ruang di mana cahaya hampir tidak mencapai. Itu berarti menjadi hantu dalam cerita yang tidak ada yang selesai membaca, memori yang menyelinap melalui celah-celah waktu, tidak pernah sepenuhnya hilang tetapi tidak pernah benar-benar hadir. Kamu tidak pernah memberi aku belas kasihan perpisahan-hanya yang tenang dari semua yang dulu aku lakukan kepada kamu. Maka, aku menghantui tepi dunia kamu, bukan sebagai seseorang yang hilang, tetapi sebagai seseorang yang kamu pilih untuk dilupakan.

Tapi apakah kamu ingat? Malam-malam yang kami habiskan untuk membicarakan masa depan yang tidak pernah kami capai, suara-suara hening melawan keheningan dunia pada pukul setengah tiga pagi. Dulu kamu bilang kamu tidak bisa membayangkan hidup tanpa ada aku didalamnya, dan aku percaya padamu. Kami membuat rencana ke mana kami akan pergi, menjadi siapa kami, detail kecil yang membuat masa depan terasa nyata. Ruangan dengan terlalu banyak rak buku, mug yang tidak serasi yang kami kumpulkan dari setiap kota yang kami kunjungi, kepastian yang tenang bahwa ke mana pun kehidupan membawa kami, kami akan menemukan jalan kembali satu sama lain.

Namun, disinilah kita. Aku ingin tahu apakah kamu masih memimpikan kehidupan itu, atau apakah kamu telah membiarkannya memudar seperti kamu membiarkanku. Jika ingatan tentangku masih tertinggal di ruang antara pikiranmu, di celah percakapan di mana suaraku dulu cocok. Karena aku masih mengingat semuanya. Dan mungkin itu adalah bagian terkejam dari semuannya.

Tidak ada yang lebih sunyi daripada menjadi kenangan yang tidak lagi dicari.

Aku tersesat.

Bukan di sebuah rumah tua yang dingin, bukan di lorong-lorong berdebu. Aku tersesat di dalam ingatan yang taklagi menyebut namaku.

Aku melayang tanpa arah, mencari jejak diriku di tempat-tempat yang dulu pernah menjadi rumah.

Tapi semuanya telah berubah. Aku seperti daun kering yang terbawa angin, tak punya ranting untuk bersandar, tak punya tanah untuk kembali.

Seberapa lama seseorang harus dilupakan sebelum ia benar-benar lenyap?

Aku masih ada, meski tak lagi menjadi bagian dari detik-detikmu. aku berjalan di jalanan yang pernah kita lewati bersama, menelusuri bayangan yang pernah jatuh di trotoar yang sama. Aku mengusap jendela kaf  yang dulu menjadi tempat kita bertukar cerita, menatap langit yang pernah menyimpan semua janji-janji yang kini tak lebih dari debu di antara waktu.

Aku tidak lagi nyata, hanya samar. Seperti kabut yang menggantung di pagi hari, ada tapi tak bisa digenggam.Aku menyelinap di sela lelahmu 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Rayakan

Selamat Merayakan Cinta Sepanjang Usia Yang Kita Punya

preparation for death