Air di Gelas Retak: Sebuah Surat untuk Mamah

Dan, jika aku adalah retakan engkau adalah alasan mengapa aku tak pernah benar-benar hancur.
Kau adlah objek yang tak pernah bosan keuceritakan keindahannya.

Bahkan sebelum aku tahu cara menyebutkan kata mamah, kau sudah menjadi segalanya yang diam-diam kunamai sebagai tempat pulang. Kau perempuan yang tak bersayap, namun kutemukan terbang saat menyebut namaku dalam doamu.

Aku tumbuh di antara kerikil dan luka yang kau tutupi dengan senyum, kau merapihkan isi dunia di depanku walau punggungmu dipenuhi duri yang tak sempat kau cabut.

Aku lahir dari rahimmu, tapi hidupku tumbuh dari getar peluhmu yang tak sempat meminta tepuk tangan.
Kau tak menciptakan dunia, namun jari-jarimu meluluhkan semesta kecil tempat aku belajar bernapas tanpa takut.

Ada luka yang tak kau beri nama, karena kau tahu;

Jika terlalu sering diucapkan, ia bisa tumbuh menjadi jendela tempat kelam mencuri masuk. Jadi kau jahit saja sunyi itu di bawah lidahmu, dan membiarkannya bernyanyi lewat nasi yang selalu hangat atau kantung mata yang tak sempat kau poles.

Kau bukan pahlawan dalam kisah manapun, tapi seluruh peperanganku selesai ketika kau mendekapku. Mah, jika aku adalah gelas yang retak dipinggir meja doa, kau adalah air yang memilih menetap, meski tahu kau bisa jatuh kapan saja.

Hidup berjalan seperti binatang buas yang kelaparan, kadang mengonggong di dadaku, kadang mengigil di bawah langit yang merusak sadar.

Karena aku bertaut padamu, bukan hanya karena satu daragh, tapi karena jiwaku lebih dulu memilihmu bahkan sebelym aku bisa berkata aku ingin hidup.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

sebab Tuhan adalah perancang terbaik

Rak Sepatu yang Sama

'diriku'