Bukan Sepi

Ruang yang tak terisi itu sebuah pembenaran atas dasar pengenalan terhadap diri sendiri.
Bukan sepi, melainkan sebuah tata cara agar lebih mengenal identitas diri.

Aku bertemu dengan diriku yang lebih muda di sebuah cafe, dia datang tergesa-gesa sedang aku datang jauh lebih santai namun tepat waktu. Aku menyapanya dengan riang begitupun dia menyambut ku dengan seuntai senyuman. Aku tahu dalam hatinya menyimpan banyak rasa tidak nyaman, dia hanya berusaha ceria memaklumi beberapa sudut pandang orang-orang yang mungkin menyinggung banyak emosi dalam dirinya.

Kita mengobrol banyak hal, aku memesan secangkir teh hangat sedang ia memesan ice coklat lengkap dengan brownies panggang yang dipercantik dengan taburan gula halus serta sepotong strawberry segar. Aku tahu, sepiring brownies itu adalah obat bagi hatinya yang mungkin patah hari ini. Ibarat kata, "hidup harus punya satu alasan untuk bertahan."

Dia begitu menggebu-gebu menceritakan perihal masa depan, namun aku menangkap sedikit ragu dalam setiap intonasi bicaranya. Sebatas seorang gadis, yang berbicara kepada dirinya sendiri bahwasannya ia lebih dari sekedar bisa, lebih dari sekedar cukup, lebih dari sekedar yakin. Membangun untuk mengembangkan karakter dalam dirinya sendiri agar berubah menjadi lebih baik. Namun, yang ku yakini ia sedang berusaha, meski tak banyak bercerita.

Satu kalimat yang ku ucapkan kepadannya, "usahanmu hari ini sungguh telah ku sanjung kan kepada banyak orang, bahwa kamu lebih dari sekedar yang kamu pikirkan." Lalu, aku mendapatkan sebuah pelukan dari satu kalimat itu, erat sekali. Dia tidak menangis, hanya ku tahu suaranya sedikit berbeda.

Dia sempat bertanya, "apakah kamu jauh lebih baik sekarang?" Aku mengangguk, "mungkin? karena sebuah proses dibentuk melewati beberapa kekacauan, aku senang menata baju, namun yang ku sadari aku harus membuang beberapa baju yang mungkin sudah tidak bisa ku pakai lagi, ahar lemari ku tetap tertata dan nyaman. Terlihat rapi, dan tidak memkaan tempat untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu.

Nyatanaya, ruang itu adalah petunjuk agar mau membenahi yang harus, bukankah setiap sepi memang perlu di pahami karena sebuah tekanna yang datang tak jauh pasti. Itulah hidup, belajar dari process.

Dia terpaku, memujiku dengan kalimat-kalimat indahnya yang ku tahu dia ingin mendengar kalimat itu dari orang lain. Ternyata ada beberapa yang belum berubah yaa, gadis, manis dengan balutan dress merah muda itu tetap menjadi pendengar meskipun hatinya juga ingin di dengar.

Obrolan itu kami tutup dengan sebuah kata terima kasih karena sudah mau mencoba, tak lupa menyeliplan maaf dalam banyak salah, sama-sama mengucapkan selamat tinggal dan berjanji akan berjumpa kembali, bercerita tentang kehidupan atau mungkin saling mengucapkan selamat karena sudah berhasil?

Karakter kita dibentuk dalam sebuah lingkungan yang tak sama, ada sedikit pelajaran, ada pula sedikit teguran. Di ambil untuk sebuah masa depan. agar mau belajar mengembangkan potensi yang belum pernah kita temukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sebab Tuhan adalah perancang terbaik

Rak Sepatu yang Sama

'diriku'