Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Bukan Mangga, Mah

Kata mamah, aku cocok menjadi buah mangga. Aku menjawab aku tidak mau, karena aku ingin menjadi buah delima. Lantas, apa yang mamah pikirkan tentang anak nakal sepertiku, ya? Aku berdebat kecil dengan mamah karena hal sepele, hal sepele yang membuatku tersinggung. Apa yang membuatku demikian? Aku duduk sejenak dan berpikir apa saja yang membuat keadaan rumit, padahal semalam kita masih masih membicarakan serial tv berdua. Aku tidak tahu apa yang mamah pikirkan, begitu pula mamah hanya memikirkan hal-hal yang tidak pernah aku permasalahkan. Aku bersama mamah selama sembilan bulan dalam kandungan, lahir dan diurusi mamah sampai kini usiaku menginjak kepala dua lebih dua, namun untuk saling memahami mengapa kami rasanya sulit sekali? Aku ingin mamah melihatkku dari sisi yang berbeda, bukan hanya sepotong bolu pandan yang membuatnya kagum, bukan hanya segudang prestasi yang membuatnya bangga, bukan karena secangkir teh hangat yang ku sajikan di sore hari. Tidak, tapi aku juga ingin mamah m...

Pakaian Kenangan

Terkadang, sembuh itu bukan tentang menghapus bekas luka di cermin, tapi belajar menatap bayangan diri tanpa menghindar lagi. Terkadang, sembuh itu bukan tentang menjahit robekan lama tapi belajar mengenakan pakaian yang sama dengan luka yang masih terlihat. Ada duka yang tak bisa dijahit, karena benangnya putus sebelum sempat digenggam. Ada luka yang tak bisa di lap, karena ia menetes dari dalm bukan dari kulit, melainkan dari sesuatu yang tak bernama, yang berdenyut di antara napas dan ingatan. Kita berpakaian dari kenangan, kita mengenakan hari-hari yang pernah membelah dada. Bukan untuk mengundang simpati, bukan pula demi terlihat tabah tapi karena tak ada pilihan selain berdamai dengan perih yang tak kunjung pergi. Terkadang, sembuh itu bukan tentang menghapus hujan yang turun, tapi belajar berjalan sambil tetap basah olehnya. Ada hujan yang tak berniat reda, Ia tak turun perlahan, jatuhnya seperti hentakan kaki penuh emosi membasahi ingatan yang seharusnya sudah usang. Tapi siapa...

Ruang Kosong untuk Gula-Gula Dunia

Mungkin yang kosong itu tersisa untuk gula-gula. Manusia dari berbagai peradaban, sepertinya memiliki kekosongan-kekosongannya masing-masing. Kosong yang tak kunjung terisi meski oleh kedatangan generasi-generasi berikutnya, yang maju teknologinya dan pengetahuannya dan selerannya dan mimpi-mimpinya. Manusia dari waktu ke waktu, sepertinya memiliki kekosongan yang tak hilang-hilang. Yang tak kunjung terisi meski oleh tebalnya buku-buku yang kita baca, pengetahuan yang tak berujung kemungkinannya, eksplorasi ruang angkasa, ataupun oleh bangunan  gedung-gedung tinggi yang megah dan tak pernah gelap gelap gulita. Manusia dari stau revolusi ke revolusi, seperti memiliki kekosongan yang tak pernah punya jawaban. Yang masih saja tak terisi oleh berbagai temuan ilmu berolahraga dan bermeditasi, oleh kultus-kultus keyakinan berbagai aliran, oleh kitab-kitab panduan diagnosis, bahkan oleh arsitektur modalitas-modalitas terapi yang beraneka macamnya. Mungkin... mungkin saja, bagaimana jika k...

Jangan Abai

Sebab tak ada yang lebih menyakitkan dari hilangnya satu nyawa yang mestinya dijaga, dihormati, dan dipelihara oleh negara. Akan kutegaskan mengapa ini penting, dan kamu sebaiknya jangan mendiamkan. Affan Kurniawan; abang ojol yang malam itu ada di kerumunan demo Pejompongan. Dan di situ itu pula, nyawanya diputus paksa. Dilindas dengan penuh kesadaran oleh... Ah, kau tahu oleh siapa. Affan mungkin bukan siapa-siapa bagi banyak dari kita. Kau tak mengenal asal-usulnya.Tapi ia kelask, bisa jadi adalah kita. Ia pekerja seperti kita yang bekerja sebaik-baiknya, berharap hak adil bagi diri dan keluarga. Namun ia, dilindas oleh pajak yang kita bayar dengan sukarela. Aku cukup yakin, Affan kesal dan muak pada kondisi bangsa, pada Bapak dan Ibu terhormat di atas sana yang lagak dan omongannya sembarangan dan penuh kesombongan. Dan ingat  ini baik-baik; Jika negara memang tak bisa adil, setidaknya kita jangan lalai. Kita sebut namanya; Affan Kurniawan. Kita kirim doa, tapi jangan lupa sisa...

Bangun yang Tak Selesai

Ketika obat mengantarkan tidur, tapi tak mengantarkan bangun. Ditulis saat efek samping obat psikiater masih terasa. Di dalam diriku ingin bangun tapi tubuh ini masih ingin tidur. Hari sabtu ini aku tidak kemana-mana. Setelah kemaren yang penuh agenda dari siang sampe malam, tubuhku memutuskan untuk diam saja. Tapi bukan cuma karena lelah. Ada hal lain yang lebih dalam dari sekadar kelelahan biasa. Gangguan tidur membuat malam-malamku sulit. Tubuhku mulai terbiasa untuk tetap terjaga saat dunia mulai terlelap dan baru merasa tenang saat siang hari. Akibatnya ritme alami tubuhku kacau. Jam biologis yang seharusnya menuntun tubuh untuk tidur dan bangun jadi keliru membaca sinyal. Secara teori, manusia butuh tidur sekitar 8 jam per hari idealnya antara pukul 8 hingga 10 malam agar bisa bangun segar dan siap beraktivitas. Tapi, bagaimana kalau tidurnya dimulai lebih larut? Apa itu tetap bisa disebut "tidur yang cukup"? Menurut dr. Tirta aka peng peng peng wkwk, begadang menyebabk...