Bangun yang Tak Selesai
Ketika obat mengantarkan tidur, tapi tak mengantarkan bangun.
Ditulis saat efek samping obat psikiater masih terasa. Di dalam diriku ingin bangun tapi tubuh ini masih ingin tidur.
Hari sabtu ini aku tidak kemana-mana. Setelah kemaren yang penuh agenda dari siang sampe malam, tubuhku memutuskan untuk diam saja. Tapi bukan cuma karena lelah. Ada hal lain yang lebih dalam dari sekadar kelelahan biasa.
Gangguan tidur membuat malam-malamku sulit. Tubuhku mulai terbiasa untuk tetap terjaga saat dunia mulai terlelap dan baru merasa tenang saat siang hari. Akibatnya ritme alami tubuhku kacau. Jam biologis yang seharusnya menuntun tubuh untuk tidur dan bangun jadi keliru membaca sinyal.
Secara teori, manusia butuh tidur sekitar 8 jam per hari idealnya antara pukul 8 hingga 10 malam agar bisa bangun segar dan siap beraktivitas. Tapi, bagaimana kalau tidurnya dimulai lebih larut? Apa itu tetap bisa disebut "tidur yang cukup"?
Menurut dr. Tirta aka peng peng peng wkwk, begadang menyebabkan organ tubuh kehilangan waktu pemulihan alaminya.Tidur siang sebagai "balas dendam" tidak benar-benar mengganti kerusakan sel yang seharusnya diperbaiki saat malam. Hanya pola tidur sehat yang bisa melakukannya. Masalahnya tidur tidak semudah itu bagi sebagian orang.
Termasuk aku.
Aku sedang mengonsumsi obat dari psikiater. Hanya dua jenis; satu diminum pagi satu lagi setelah makan sore. Saat konsultasi terakhir kali, aku sampaikan keluhanku susah tidur. Harapannya tentu supaya bisa tidur lebih teratur ya apa lagi?
Dokter memberiku dua obat itu. Dan sejak saat itu, aku mulai mengenal kantuk yang datang sebagai efek samping. Terutama dari obat malam yang harus diminum jam 8. Dua jam kemudian rasa kantuk itu datang seperti ombak besar tak bisa ditolak. Bahkan ketika ada hal penting yang harusnya kulakukan sebelum tidur, tubuh ini seperti menolak bekerja sama. Aku pun terlelap begitu saja.
Kepayahan itu tidak berhenti di malam hari. Paginya justru lebih pelik.
Ada momen di mana pikiran dan batinku sudah sadar ingin bangun, ingin memulai hari. Tapi tubuhhku belum bisa diajak kompromi. Rasanya seperti terjebak di antara dua dunia. Aku mendengar pikiranku berkata "ayo na bangun, sudah siang" tapi tubuhku tidak merespons.
Akhirnya sambil mengeluh setengah sadar aku berkata pada kakaku yang datang membangunkanku,
"Aku mau bangun tapi nggak bisa, gimana dong mba..."
Kakaku membantuku duduk dan menyodorkan ponsel berharap aku terbangun dengan melihat sesuatu. Tapi layar ponsel; hanya terlihat kosong. Aku tak tahu harus melihat apa. Tak ada yang menarik. Tak ada yang bisa menolong.
Akhirnya aku membuka laptop.
Menulis di sini....
Dan inilah hasilnya, dalam posisi setengah duduk dengan mata yang masih agak kabur, aku menulis. Tulisan ini bukan hanya upayaku untuk bercerita ini adalah caraku untuk benar-benar bangun. Steidaknya 30 hingga 50 persen dari diriku sudah ikut terbangun sekarang sisanya akan menyusul. Semoga...
Setelah ini aku akan membaca ulang tulisan-tulisanku, lalu mulai hari perlahan. Seperti menarik selimut pikiran stau per satu agar akhirnya bisa beranjak dari tempat tidur.
Komentar
Posting Komentar