Aku telah tumbuh dan semoga kian sembuh.
Angka yang terus bertambah satu, juga ukuran baju dan sepatu. Mimpi yang tak lagi utuh, sebab banyaknya jatuh. Kiasan yang mulai dimengerti, walau penuh hati-hati. Menopang dagu, mencari tahu, ternyata aku telah tumbuh.
Tiga ratus enam puluh lima hari telah berulang kali dilewati, dua puluh empat jam bagai kedip tanpa henti, hujan juga kemarau pun telah ku nikmati. Mengamati bagian-bagian alam dengan senyum yang sangat dalam, mengambil pelajaran jika tenggelam lalu datang mereka sebagai penyelam.
Tak takut mencoba, luka bisa sembuh asal raga masih mau berlabuh.
Dulu tangisku tak dibujuk, jadi tak sedikit juga aku menyimpan rasa merajuk. Banyaknya mau yang yang terkubur hingga sekarang telah melebur. Pipiku yang menggelembung itu perlahan-lahan mulai menyusut ekspektasi-ekspektasi ituu yang menggerogotinya.
Banyak luka, prasangka, bahkan celaka. Menelan pahit-pahit realita kehidupan yang membuat dada terasa penuh bak tertindih batu besar yang tak pernah terpikirku bisa menjadi ibarat dalam kondisi kehidupan. Pulih satu, tanpa bantu, hingga menjadi penentu. Dulu yang ku bisa hanya menangis sekarang mulai bisa melakukan ini itu walau diakhiri dengan menangis juga. Tidak apa-apa, setidaknya ada peningkatan.
Semua dariku yang kian menambah, kecuali mimpi-mimpi yang mulai mengecil. Hilangnya keberanian dari diri yang kemarin katanya ingin menjadi pahlawan seperti di film kartun yang aku lihat. Selalu bangkit meski berjalan pincang, mengirim peluk dari diri kepada diri lagi, indahnya kehidupan yang katanya sedang tumbuh ini.
Sembuh akan datang kepada kita yang tak melepas asa. Terimakasih kepada diri yang mau berlabuh hingga mulai tumbuh, walau banyak ragu dan munggu. Sungguh, aku sangat bangga padamu!
Komentar
Posting Komentar