TITIK NADIR

Aku meringkuk di sudut ruang, ditelan kegelapan. 
Dengan jiwa semakin kelam— sepekat malam.
Tak berdaya dihantam takdir yang begitu kejam. Sesekali mengutuk jalinan kehidupan yang t'lah digariskan oleh Tuhan.

Dikoyak kebencian, nyaris membinasakan,
bagaikan pesakitan menanti ajal tak kunjung datang. Semesta pun seolah mengejek di tengah derita, membuatku menjerit dengan putus asa.

"Tuhan, mengapa Engkau begitu kejam?!
Tak pantaskah diri ini merasakan seteguk saja kebahagiaan?", tanyaku dengan lirih di kala sunyi.
Alih-alih berhenti, nyatanya parodi pilu ini semakin riuh bak bersukacita di atas luka.

Mengharap secercah pelita di tengah gulita adalah sia-sia, mungkin mati adalah jalannya.
Namun, bagaimana jikalau mati pun aku masih tersiksa?
tak ada yang bisa menjamin bahagia setelah binasa!
Akan tetapi, tetap bertahan rasanya—
aku tak kuasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Rayakan

Selamat Merayakan Cinta Sepanjang Usia Yang Kita Punya

preparation for death