Luka
Aku tak mengingatmu lewat puisi
Aku tak mengingatmu lewat hujan atau sore
Aku tak mengingatmu lewat romansa city light yang membuat malam kita dipenuhi bunga-bunga
Aku mengingatmu lewat irisan luka tanpa jeda.
Kesedihan yang pekat, air ata yang kusam, dan kepiluan yang tumpah ruah
Di selasar perasaanku membuat bahagia kehilangan makna.
Dan yang paling menyebalkan adalah
Aku akan selalu terperangkap di ruang hampa;
Menyaksikan waktu mengeras sedemikian rupa, dan entah kenapa
Hari ini tak ada lagi ucapan cinta yang aku bisa percaya
Namun aku tetap berdoa.
Pun sebelum aku mengirim pesan perihal kepergianmu
Yang selalu tak bisa kau eja karena kepalamu setebal batu
Sehingga waktu cuma memberiku luka paling runcing
Luka yang menusuk segala indera.
Luka yang menyengat kepala hingga jadi terasa membosankan
Luka yang membosankan...kau bisa bayangkan?
Dan akhirnya, luka membuatku mati rasa
Lukaaa. tiadaaa rasaaa. mati rasaaa.
Maka terbanglah, entah ke bahu yang mana
Entah ke bahagia yang mana
Aku akan tetap merawat luka ini
Harapku kau tak lagi jadi semak belukar penuh duri
Yang pandai melukai tanpa bilang permisi
Nana, Di Bandung
Komentar
Posting Komentar