Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2024

Dirundung kagum seorang diri

Aku pernah bilang kan, bahwa kamu menakjubkan? Seluruh syairku tak pernah mampu mengabadikan kamu; dia memberontak sebab tidak ada diksi yang mampu mewakili sinyalir cahaya mengenai kamu. Setumpuk kagumku bermetafora sebagai jalan panjang untuk mendoakanmu tanpa putus; setiap hari. Namun pada suatu hari, bentuk kagumku  tidak lagi ditemukan di mana-mana. Dia tidak lagi berserakan di  jalan, tidak tersusun rapi di dalam paragrafku, tidak lagi ditemukan eksistensinya di mana pun. Sebab bentuknya  sudah terkurung dalam peti mati, terkubur dalam tanah  setelah upacara simbolis yang menyatakan tugasku untuk mengagumimu sudah purna dan perlu ditamatkan. Aku bilang kan, suatu saat aku akan kelelahan  dirundung kagum seorang diri? Sebab setiap kagumku bermuara, kamu tak pernah punya tempat pemberhentian untuk mempersilahkan. Mengagumi yang diusahakan seorang diri adalah kekelahan yang terus-menerus kutahan. Maka kali ini, aku mengemasi  seluruh barang bawaanku. Epi...

Perang Yang Bermakna

Kata mamah, jadilah perempuan yang cerdas, Dalam dunia yang riuh dan gaduh, jangan hanya berbekal rupa. Sadarkah, bahwa kita berhak memilih perang mana yang akan kita ambil, Saat berjuta perempuan di luar sana sibuk mengejar bayang-bayang cantik yang semu. Jika kau memilih terlibat dalam perang cantik, Kau akan tersesat dalam lautan ilusi dan cermin. Cantik itu akan layu, keriput seiring waktu, Namun ilmu dan kebijaksanaan akan bersinar, meski usia berlari. Ingatlah, kecantikan fisik hanya sementara, Ia akan pudar, tergerus oleh waktu yang tiada henti. Namun karakter, watak, dan pola pikir, Akan tetap kokoh, menjadi pilar kehidupan yang sejati. Berperanglah untuk hal yang lebih bermakna, Pertahankan ilmu, karya, dan agamamu hingga akhir hayat. Kembangkan kebiasaan yang baik, norma yang benar, Jadikan dirimu sosok yang bijak dan bermartabat. Allah menjodohkan manusia bukan berdasarkan rupa, Namun berdasarkan kualitas sifat dan jiwa. Raga kita berbatas waktu, namun jiwa kita abadi, Berju...

Mengingatmu Adalah Bunuh Diri Tak Mati-Mati

Aku selalu benci ketika aku harus membalas pesan apa kabarmu  Yang kau kirim selepas mengucap selamat tidur ke dia yang baru. Kau tahu betul aku juga rindu. Tapi hei, Bukankah kita sudah seiya untuk menyudahi? Aku tulus, kau ikhlas. Kau dengan yang baru, demikian aku. Meski sejujurnya, tiap tanpa sengaja melihat instastorymu, Aku selalu tenggelam pada yang dulu-dulu. Satu detik senyummu muncul, Lima detik aromamu menguar,  Sepuluh detik bisa kuingat jelas lekuk punggungmu. Dan endingnya, kita mengeram rindu yang haram dientaskan. Ingatkah kita? ... Aku coba dengan yang baru  Kukira hilang bayangmu... Dan kau tahu apa yang lebih mengkhawatirkan? Kita akan terus hidup dalam kepura-puraan. Kita akan selalu merasa mencurangi dia yang baru. Dia yang kini jadi pengingat bahwa kisah kita harusnya sudah tamat. Dia, yang harusnya kita jaga. Sementara kita harus saling melupa. Bukankah begitu, sayang?

Dari Anakmu Yang Kalah

Mah ini aku anakmu yang paling kalah Ternyata menjadi dewasa serumit ini  Dunia jatuhin aku berkali-kali Padahal aku cuma minta satu hal kepada dunia Mamahku bahagia, itu saja Mah, aku igin tidur di pangkuanmu lagi saat ini Aku ingin dipeluk dan makan masakan mamah Aku lelah, karirku payah, dan aku sendiri patah Katamu "Jadi dewasa itu menyenangkan kita bisa pergi kemana saja, bisa beli semuanya yang kita suka" Dan akhirnya aku baru paham  Ternyata dulu itu cuma bercanda  Agar aku tidak takut jadi dewasa  Dewasa itu rumit, tapi kauselalu bisa membuatnya sederhana Dan semakin aku dewasa, ternyata mamah juga semakin tua  Perlahan ku lihat matanya,  Di matanya ternyata masih banyak harapan yang belum sempat kuwujudkan Wajahnya kian lama kian keriput Pertanda bahwa aku sedang diburu oleh usianya Kita sedang berada dilintasan kita masing-masing Dan musuh terberat kita adalah usia mamah Akan aku pastikan bisa menyentuh garis akhirnya secepat mungkin Agar bisa kup...