sebuah seni untuk melepaskan; merelakan

Sebuah seni untuk melepaskan ketidakabadian yang terjadi di dunia.

Aku tidak punya banyak orang di sekitarku.
Lingkup hidupku kecil, sampai-sampai untuk kehilangan satu orang saja rasanya seperti kehilangan satu per empat bentuk di dunia.
Aku gemar merayakan kedatangan dan tak pernah mengisi daftar kehadiran saat menyambut sebuah perpisahan.
Rasanya pilu, jemariku tak mampu.
Sebab untuk kehilangan lagi, aku perlu menyiapkan hati seluas jagat raya agar bisa kuteruskan sampai palung paling jauh.

Pardoksnya, manusia dan perpisahan adalah kawan akrab. 
Kabar burung menyatakan bahwa ketidakabadian adalah apa-apa yang perlu diterima manusia.
Jika ada seseorang yang datang; artinya akan selalu ada yang pergi.
Maka pada setiap ketukan pintu yang dihadiri oleh orang baru, kepalaku suka sekali berkelakar, 
"Kali ini, berapa lama waktu mampu menahannya untuk bisa menetap di sini?"

Kadang kala, luka pada sebuah perpisahan meninggalkan biru lebam yang tak punya waktu kapan membaiknya.
Beberapa kali jalan pulanhku ditemani sedih sebab di sudut kota, kotak ingatan dalam kepalaku mengenang orang-orang yang sudah pergi.
Seolah raga mereka tak lagi mampu direngkuh, tapi jiwanya menetap di setiap sisi kehidupan yang  tak habis-habis untuk dijamah.

Namun pada saat yang sama, kepalaku mengajukan sebuah pertanyaan baru.
Apa artinya, mereka tidak benar-benar pergi? 
Seolah setiap masa yang sudah selesai dengan seseorang, presensinya berpindah dalam bentuk lebih tulus. 
Seolah aku masih bisa mengenang seseorang lewat lagu yang sering diputarnya.
Seolah aku masih bisa merasakan kehadirannya lewat satu mangkok makanan favoritnya.
Seolah aku masih bisa melihat eksistensinya dari tempat-tempat yang pernah didatangi bersama dulunya.

Sebab dunia terlampau fana untuk terus-menerus diajukan sebuah hak kepemilikan.
Hari ini ada sesorang, minggu depan boleh jadi akan kehilangan dua orang.
Hari ini jatuh hati, boleh jadi besok aku akan menangisi hati yang patah pada kepergian yang harus dirayakan satu kali lagi.
Maka, pada segala bentuk ketidakabadiandi dunia, barangkali manusia perlu menyederhanakan seni untuk melepaskan, ya?

Pada segala pertemuan yang punya batas waktu, aku ingin merayakan sampai titik paling sederhana.
Untuk kemudia dipeluk erat-erat, diterima dengan dekat.
Supaya saat waktunya tiba, aku bisa melukis bentuk-bentuk seni melepaskan dengan mengenang setiap titik baiknya. 
Supaya setiap tempat yang menyimpan jiwanya; bisa kurengkuh penuh sungguh sebab pernah ada seseorang yang hadir di sini.
Seperti igauan bulan tadi malam; terima kasih pernah menetap dan berkabung dalam satu alamat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Rayakan

Selamat Merayakan Cinta Sepanjang Usia Yang Kita Punya

preparation for death