Pada Segala Impian yang Sempat Ditemani Luka
Mah, aku ingin dibelikan sebuah mimpi yang baru.
"Mah, aku ingin dibelikan sebuah mimpi yang baru!"
Seorang anak kecil berlari menghampiri mamahnya setengah, setengah menangis selepas terluka.
"Mimpi yang seperti apa?' Mamahnya bertanya.
"Mimpi yang kecil-tidak usah besar-besar karena aku takut akan semakin terluka ketika mengejarnya," jelas anak kecil itu.
"Mimpi yang sederhana, supaya aku bisa jalan satu kali lagi setelah luka dari kegagalan di hari kemaren. Mimpi yang paling tidak istimewa, karena aku pernah mengajukan mimpi dalam doa yang kusimpan dengan segenap tabah, tapi dihancurkan dunia sekuat tenaga sampai kakiku patah. Aku ingin mimpi yang kecil, mimpi yang membuat bangun pagiku bukan lagi menjadi mimpi buruk yang menakutkan untuk dilewati sampai selesai."
Anak kecil itu menatap penuh harap. "Bisa beli di mana mimpi yang seperti itu, Mah?"
Kemudian, anak kecil itu dibawa pergi jauh; mengarungi samudra, mengarungi waktu, mengarungi dimensi. Mereka menemukan seseorang yang parasnya tampak persis menyerupai si anak kecil, tengah terlelap di atas kasur dengan wajah setenang embun pagi. Lelapnya ditemani tenang,; seolah di masa itu, ia tengah berdamai pada segala hal yang dahulu sempat digenapi luka.
"Mimpi bisa dibeli dari sebuah kegagalan, Na." Dari balik jendela, mamah berujar samar.
Tanganya mengurai satu per satu helai rambut anaknya. Mata kian sayu, tapi bibirnya masih mengulas sebuah senyum yang menjanjikan kehangatan mentari di pagi hari. Pada kalimat yang kembali dituturnya, Mamah ikut melangitkan sebuah doa.
"Semakin hari, kamu akan menemukan banyak sekali hal. Ada perjalanan yang membuatmu patah, ada perjalanan yang membuatmu terbang merayakan sukacita, pun ada perjalanan yang membuat kamu menangis hingga ingin putar kemudi untuk mencari jalan yang lain.
"Namun, kamu di masa deoan yang sedang merayakan mimpi baru yang dibeli dari sebuah impian yang mati. Terus berusaha, Na. Boleh menangis tapi jangan berhenti. Beli sebanyak mungkin mimpi dari bentuk-bentukn gagal kamu hari ini. Yang bentuknya sederhana; yang porsinya pas untuk kamu. Tidak mesti sama seperti orang lalin, hanya perlu cukup untuk dirimu sendiri."
Maka hari itu, pada impian yang mulai pupus satu per satu, si anak kecil memanjangkan doa. Bait kallimat yang semoga ikut didengungkan oleh malaikat. Untaian yang pada akhirnya, perlu ia basuh sebab menerima luka pada impain yang gagal akan menjadi sebuah perjalanan panjang dengan memintal banyak rasa sedih.
Aku ingin membeli sebuah mimpi yang baru, Mah. Tidak perlu besar, tidak perlu istimewa. Yang oenting, cukup untuk diriku saja. Untuk kusimpan di atas rak buku yang berdebu. Setidaknya ketika bangun pagi, aku punya alasan baru untuk menyelesaikan hari sampai tuntas.
Komentar
Posting Komentar