Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2024

preparation for death

Sejak resmi jadi orang dewasa saat membagikan nasi kuning di ulang tahun ke dua puluh., aku masuk ke sebuah dunia baru yang dicipta secara kolektif oleh para orang dewasa lainnya. Realita dimana setiap pilihan hidup adalah persiapan menyambut hari kematian. Waktu masih bocah aku pikir masa depan itu tentang profesi impian yang disalin ke buku tulis untuk tugas Bahasa Indonsesia. Naif betul karena dulu aku pikir membangun masa depan itu tentang berjuang meniti anak tangga supaya bisa sampai ke puncak cita-cita. "Apa susahnya sekedar menjajaki anak tangga? Tempat mainan mall di lantai lima dan gedung mall tidak punya eskalator. Naik turun tangga perkara gampil." Percaya diriku mengungguli puncak Himalaya dulu. Realisasi kemudian berdatangan ketika aku jadi remaja. Ternyata terangnya kulit dan angka yang muncul di timbangan itu lebih penting dari fasihku melafalkan sejarah politik orde lama. Tinggi badan ku lebih disoroti ketimbang berdirinya aku didepan semua peserta olimpiade ...

I'm confused, I'm tired, I'm lost.

Gelombang air disana, apakah sepertiku juga?          "Apakah kalian menikmati menjadi manusia?" Tanya yang berasal dari lubuk seorang perempuan             bernyawa. Sejauh ini, menikmati atau tidak dirimu? Dengan peran menjadi manusia ini, juga dengan berbagai misi tanpa diperbolehkan menekan tombol berhenti. Kali ini aku kembali dengan perasaan bingung, takut, lelah, dan hilang arah - Banyaknya bagian tubuh yang telah berdarah. Kapan ucapan "selamat istirahat" itu benar-benar bisa membuat tidurku menjadi lelap? Kapan ucapan "terimakasih" dapat memudarkan jauhnya lelah? Kapan juga ucapan "maaf" itu tak lagi terikat oleh tingkah yang terus-terusan kembali terulang? Memang seperti inikah menjadi manusia? Dengan harapan sebagai makanan sehari-harinya, dan air mata sebagai penghilang dahaganya. Bolehkah sehari saja ku merasakan definisi bahagia itu? Sehari saja untuk memperhatikanku, menampung riuh tangisku, memeluk jiwa lemahku,...

Perayaan kata untuk yang selalu merayakan.

Ini memang bukan yang pertama kalinya aku jatuh, tapi ini pertama kalinya aku merasakan jatuh yang seperti ini, tak sakit, tak melukai dan sangat hangat. Hadirnya kamu di bumi membawakankku sebuah asa yang baru. Hadirnya kamu merubah cara pandangku dalam menilai bahwa seseorang yang benar-benar merayakanku nyata adanya. Pintunya terbuka kembali dengan mudah dengan sentuhan kecilnya yang hangat. Aku merasa semua kalimat yang dia ucapkan sengaja dikeluarkan untuk merangkulku. Padahal saat itu lukaku belum benar-benar pulih masih banyak takutnya. Tapi lihat saja dia penuh pulih, dukaku sembuh, dan aku bertumbuh. Kini tangisku pun tak lagi disalahkan tapi ditenangkan. Sebuah perjalanan baru tertulis meminta "kita" untuk mencari sebuah akhir yang tenang tanpa menemui kalah. Tuhan, sudah kutemukan kata cinta yang dulu hangatnya hanya ada dibenak bayang-banyang atau bahkan hanya ada dalam buku-buku tebal yang dikarang sang penulis. Untuk semua kalah yang pernah kudapati, kali ini ka...

Jadi...Apa yang aku rasakan?

Menulis bagiku kadang-kadang jadi semacam dilema. Pada satu sisi, aku memiliki hasrat untuk dibaca banyak orang. Namun pada sisi lain, aku merasa bahwa hasrat tersebut akan mengarahkan diriku untuk menulis hal-hal yang bukan aku. Maka memang aku sendiri masih meraba-raba apa sebenarnya makna menulis ini bagiku. Meski pada saat yang sama pun aku punya keinginan kuat untuk terus menjalaninya. Banyak buku, essai, audio, maupun video mengenai menulis yang aku konsumsi. Semua itu aku rasa belum begitu cukup bagiku. Seperti masih saja selalu ada yang rasanya kurang kena ke dalam sanubariku sendiri. Apa aku mesti menulis agar dunia memahami pikiran dan perasaanku? Apa aku perlu menulis agar orang-orang memandang sebagaimana sudut pandangku? Apa aku harus menulis agar pembaca bisa menerima dan mangamini opiniku? Aku rasa kadang pertanyaan-pertanyaan semacam itu malah membuat menulis ini jadi semacam beban. Kesenangan dan kenyamanannya jadi berkurang. Dilema pun mengemuka, apa aku menulis untuk...