But, I don't want to live long
Kembali riuhnya suara hujan berhasil menghipnotis dan merebut kesadaran diriku.
Walau tak diambil penuh, namun tetap membuatku perlahan-lahan seperti dibunuh.
Dipertontonkan tentang diri yang lalu-lalu, durasinya sangat cepat ketika berada di kenangan yang manis, tapi durasinya mendadak lambat ketika memasuki kenangan yang membuat nafas terasa tersumbat.
Katanya, jika penat untuk melangkah, silahkan mengambil waktu untuk berhenti bertingkah.
Namun, juga langsung tertampar tentang banyaknya mereka yang tak kenal henti untuk berlari menuju garis tujuannnya. Tak mau tertinggal, cukup kenangan saja, manusia-manusia yang ada di dalamnya, diusahakan untuk jangan-yaitu, salah satunya Aku.
Angka-angka selalu berganti, realita-realita juga mulai terobati.
Walau kadang, masih sering menimbulkan rasa ingin mati.
Lagipun, bertahan sejauh ini sudah cukup mengesankan, bukan?
Dengan segala hal yang seperti bekerjasama untuk membunuh, juga bisunya mulut yang tak bisa mengeluarkan suara tentang apa yang membuatnya sengsara.
Debatku bukan lagi dengan manusia, namun dengan isi kepala yang membuat insomnia.
Walau jarang menang, diri ini enggan menaikkan bendera putih.
Luka yang dibiarkan hingga mengering, tak menyangka juga salah satu rasa yang sering.
Jika aku bertanya mengapa, apakah ada yang bisa menjelaskan?
Aku senang melihat senyum yang ada di manusia lain, aku senang ketika melihat bunga-bunga yang menari, dan aku juga senang karena masih mengetahui definisi menikmati.
Tapi, terkadang diri juga masih sering cemburu.
Kapan bisa merasakan tentang diri yang seharusnya pantas untuk dirayakan , kapan bibir ini bisa terangkat untuk mengatakan sebab merasa tercekat dan kapan adanya tangan yang dengan tulus merangkul bahu yang haus akan lembutnya sentuhan.
Tarik ulur perasaan ini dibuatnya, dihantui rasa penasaran juga sudah menjadi hal yang wajar.
Pagi hari tertawa, malam hari menangis dengan berbagai alasan.
Benar jika ada yang mengatakan malam hari adalah waktu yang rawan.
Rawan memikirkan yang tak seharusnya dipikirkan, rawan meraskaan dejavu, juga rawan membutuhkan afeksi orang tua - Dimana bisa menyewa jasa pemberi afeksi untuk malam hari saja?
Anakmu masih butuh kasih sayang mah.
Aku senang jika ada yang melangitkan harapan untukku. Tapi, tolong jangan langitkan untuk meminta hidupku lebih lama, ya?
Sebab, aku tak mau untuk menjalanin hidup jauh lebih panjang lagi.
Aku akan hidup dan bertanggung jawab atas persetujuanku tempo hari, sampai dimana waktu yang sudah dijanjikan.
Jadi, langitkan saja harapan agar luasnya hati ini menerima apa yang akan dilihat esok hari, apa yang akan dirasakan tanpa harus kembali menyudutkan diri, dan apa yang akan menjadi judul baru diatas buku yang selalu menjadi saksi bisu setiap hari.
Komentar
Posting Komentar