Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2025

Cinta yang Dirampas Kapitalisme

Aku akan menikahimu jika kita hidup 500 tahun yang lalu, tapi sayangnya... Di mata sistem ekonomi yang mencekik leher kita ini, aku hanyalah angka statistik di bawah garis kelayakan untuk...untuk sekedar mencintai. Revolusi industri mengubah segalanya. Manusia bukan lagi penguasa atas waktunya sendiri. Kita menjadi buruh. Kita menjual waktu kita demi lembaran kertas yang nilainya terus merosot. Tanah dipagar, dijadikan komoditas. Rumah bukan lagi tempat bernaung, tapi instrumen investasi. Sejauh telag mencatat bahwa revolusi industri memberikan kita kemudahan teknologi, dan kecepatan. Namun banyak orang lupa mencatat apa yang direnggutnya dari kita; kemampuan untuk mencintai tanpa syarat finansial. Kapitalisme telah mengubah makna hidup menjadi biaya hidup. Bahkan cinta menjadi alat hitung untung rugi. Cinta transaksional. Pada dasarnya cinta itu kemewahan, cinta butuh modal. Dan sistem kapitaslistik ini telah merampas hak saya untuk mencintaimu hanya karena saya memilih jalur pengetah...

Surat Panjang untuk Waktu

Waktu, jika kau adalah seorang manusia. Jika saja. Kemanapun kau pergi akan aku beri jalan, juga mungkin malah jalanan yang cepat agar kau bisa pergi lebih awal entah kau nanti akan bekerja, berbelanja, atau mungkin menikmati taman di sore hari. Waktu, jika kamu berwujud sebagai sesuatu yang bisa aku rawat, akan aku jaga selayak-layaknya. Aku banyak ruginya saat bergandengan denganmu, salahku sendiri.Aku pun tahu sekarang kamu sedang berada disekitarku, disekitar keluargaku, disekitar teman-temanku, dan mungkin orang-orang yang ada di dunia ini. Waktu, aku tak tahu apakah aku yang lali atau kau yang lari-lari terlalu cepat. Jika saja boleh aku memintamu bergegas dengan lambat laun seperti motor bebek di tahun 90-an, pasti lututku akan segera menyentuh lantai bumi untuk memohon padamu. Jika suatu hari nanti kamu tak menjamahku lagi, jamahlah orang-orang yang aku sayangi. Aku sungguh bersyukur, kamu masih menjamahkku disini. Aku bersumpah, bisa membuat susu coklat panas kesukaanku di mal...

yang tertahan

Jangan ukur aku dari sunyiku. Sebab, aku pun tahu cara marah. Hanya saja, aku tak memilihnya. Simpanlah, kau marah hanya untuk membuang energi dengan sia-sia. Lucu, betapa dunia selalu memberi panggung bagi mereka yang pandai membentak, seakan nada tinggi lebih jujur daripada diam yang menahan gemuruh. Kau marah, kau kecewa, kau lemparkan segala rasa seperti dunia wajib memaklumi segala bentuk detaknya. Padahal, semua hal yang berdiri di bumi ini, memang berpotensi mengecewakan, bukan? Padahal, sebenarnya aku pun bisa saja; Aku bisa tahu bagaimana cara hujan mengguyur hingga gentingmu lapuk oleh dendam, aku bisa saja menyobek sunyiku dan menuliskannya dengan tinta amarah-tapi, sungai-sungai dalam tubuhku lebih memilih mengalir daripada meluap. Sebab, aku pernah menenggak pahitnya bara dan tak kutemukan segar di sana. Aku pernah memberi makan amarah, tapi tak kutemukan kenyang di sana. Aku menyimpan gempa, aku menahan letusan yang tak kau duga. Lucu sekali; Kau mengira karena aku tak me...

Rupa Sunyi dalam Diri

Apakah kau baik-baik saja? Mungkin iya, mungkin juga tidak, atau bisa jadi bukan keduanya? Namun terimakasih telah bertanya. Bahwa aku sudah terlalu lama tinggal di antara retak-retak hari, hingga lupa bentuk utuh dari perasaan bernama "baik-baik saja." Aku ingin menjawab "iya" tapi bahkan detak dan denyutku pun enggan untuk seirama. Ingin juga kujawab "tidak" tapi siapa aku yang berhak menyedihkan duniaku, padahal yang lain sedang tenggelam lebih dalam? Karena mungkin aku bukan hujan, bukan pula kemarau aku hanyalah langit yang tak tahu harus menjadi cuaca apa hari ini. Aku bukan luka yang menganga, tapi bukan pula sembuh sepenuhnya. Aku hanya sedang sibuk menyulam tawa dari benang-benang air mata yang telag enggan ditampung oleh bantal. Jadi maaf, jika jawabanku tidak selesai. Ah, andai saja rasa bisa disuap bersama sedikit kasih, aku pasti sudah menelannya mentah-mentah dan menyebutnya kenyang. Namun tidak semua perih bisa ditelan sampai habis, bukan? A...