Postingan

antipati

Dia akan selalu menjadi bunga liar di kepalaku. Alasan atas segala hal yang menahanku untuk membuka pintu untukmu. Alasan mengapa aku selalu ragu. Alasan mengapa aku tidak bisa membiarkan "kita" terjadi. Mungkin jika bukan dia, orang yang begitu kau damba sebelumnya semuanya akan jadi lebih mudah. Jika saja kamu tidak membiarkanku tenggelam dalam pikiran tentang bayangnya dihidupmu semuanya akan lebih mudah. selama ini apakah aku bagian dari distraksi rasamu untuknya? Apa selama ini kau menaruh matamu padaku karena dia tidak pernah menoleh ke arahmu? Jangan begitu congkak, melihatnya tidak membuatku menyesalimu. Saat aku melihatnya yang aku pikirkan adalah bagaimana mungkin wanita seperti dirinya dan diriku terpaku pada laki-laki sepertimu. Dalam beberapa aspek aku tahu dia melihatmu dengan cara yang sama dengan caraku melihatmu. Hanya saja dia lebih pandai memainkan permainan itu. Sedang aku memilih pergi saat aku melihat hal pertama yang aku tidak sukai tentangmu. Aku begit...

Ketika alam dan perempuan terdepan menjadi korban

Gagasan ini mungkin terdengar abstrak, namun semuanya menjadi konkret ketika  kita melihat kehidupan sehari-hari di desa-desa yang terdampak banjir bandang dan longsor di Sumatera. Di sana teori bukan lagi teori ia hidup di nafas warga yang kehilangan tanah, hutan, rumah dan masa depan. Ketika pohon di hutan-hutan ditebang oleh korporasi atau mafia kayu. Perempuanlah yang pertama merasakan hilangnya sumber air bersih. Ketika tanah mulai gembur dan daya serapnya melemah, perempuanlah yang paling cepat menangkap perubahan di ladang mereka. Dan ketika sungai berubah menjadi arus coklat pekat yang meluap tanpa peringatan, perempuan pula yang harus memastikan anak-anaknya tidak terseret arus. Perempuan memiliki indera ekologis yang tajam karena aktivitas mereka terhubung langsung dengan ritme alam. Mengambil air, mengolah makanan, merawat kebun dan memlihara api dapur. Setiap retakan di bumi adalah retakan dalam keseharian mereka. Setiap perubahan di hutan adalah perubahan yang terasa d...

Cinta yang Dirampas Kapitalisme

Aku akan menikahimu jika kita hidup 500 tahun yang lalu, tapi sayangnya... Di mata sistem ekonomi yang mencekik leher kita ini, aku hanyalah angka statistik di bawah garis kelayakan untuk...untuk sekedar mencintai. Revolusi industri mengubah segalanya. Manusia bukan lagi penguasa atas waktunya sendiri. Kita menjadi buruh. Kita menjual waktu kita demi lembaran kertas yang nilainya terus merosot. Tanah dipagar, dijadikan komoditas. Rumah bukan lagi tempat bernaung, tapi instrumen investasi. Sejauh telag mencatat bahwa revolusi industri memberikan kita kemudahan teknologi, dan kecepatan. Namun banyak orang lupa mencatat apa yang direnggutnya dari kita; kemampuan untuk mencintai tanpa syarat finansial. Kapitalisme telah mengubah makna hidup menjadi biaya hidup. Bahkan cinta menjadi alat hitung untung rugi. Cinta transaksional. Pada dasarnya cinta itu kemewahan, cinta butuh modal. Dan sistem kapitaslistik ini telah merampas hak saya untuk mencintaimu hanya karena saya memilih jalur pengetah...

Surat Panjang untuk Waktu

Waktu, jika kau adalah seorang manusia. Jika saja. Kemanapun kau pergi akan aku beri jalan, juga mungkin malah jalanan yang cepat agar kau bisa pergi lebih awal entah kau nanti akan bekerja, berbelanja, atau mungkin menikmati taman di sore hari. Waktu, jika kamu berwujud sebagai sesuatu yang bisa aku rawat, akan aku jaga selayak-layaknya. Aku banyak ruginya saat bergandengan denganmu, salahku sendiri.Aku pun tahu sekarang kamu sedang berada disekitarku, disekitar keluargaku, disekitar teman-temanku, dan mungkin orang-orang yang ada di dunia ini. Waktu, aku tak tahu apakah aku yang lali atau kau yang lari-lari terlalu cepat. Jika saja boleh aku memintamu bergegas dengan lambat laun seperti motor bebek di tahun 90-an, pasti lututku akan segera menyentuh lantai bumi untuk memohon padamu. Jika suatu hari nanti kamu tak menjamahku lagi, jamahlah orang-orang yang aku sayangi. Aku sungguh bersyukur, kamu masih menjamahkku disini. Aku bersumpah, bisa membuat susu coklat panas kesukaanku di mal...

yang tertahan

Jangan ukur aku dari sunyiku. Sebab, aku pun tahu cara marah. Hanya saja, aku tak memilihnya. Simpanlah, kau marah hanya untuk membuang energi dengan sia-sia. Lucu, betapa dunia selalu memberi panggung bagi mereka yang pandai membentak, seakan nada tinggi lebih jujur daripada diam yang menahan gemuruh. Kau marah, kau kecewa, kau lemparkan segala rasa seperti dunia wajib memaklumi segala bentuk detaknya. Padahal, semua hal yang berdiri di bumi ini, memang berpotensi mengecewakan, bukan? Padahal, sebenarnya aku pun bisa saja; Aku bisa tahu bagaimana cara hujan mengguyur hingga gentingmu lapuk oleh dendam, aku bisa saja menyobek sunyiku dan menuliskannya dengan tinta amarah-tapi, sungai-sungai dalam tubuhku lebih memilih mengalir daripada meluap. Sebab, aku pernah menenggak pahitnya bara dan tak kutemukan segar di sana. Aku pernah memberi makan amarah, tapi tak kutemukan kenyang di sana. Aku menyimpan gempa, aku menahan letusan yang tak kau duga. Lucu sekali; Kau mengira karena aku tak me...

Rupa Sunyi dalam Diri

Apakah kau baik-baik saja? Mungkin iya, mungkin juga tidak, atau bisa jadi bukan keduanya? Namun terimakasih telah bertanya. Bahwa aku sudah terlalu lama tinggal di antara retak-retak hari, hingga lupa bentuk utuh dari perasaan bernama "baik-baik saja." Aku ingin menjawab "iya" tapi bahkan detak dan denyutku pun enggan untuk seirama. Ingin juga kujawab "tidak" tapi siapa aku yang berhak menyedihkan duniaku, padahal yang lain sedang tenggelam lebih dalam? Karena mungkin aku bukan hujan, bukan pula kemarau aku hanyalah langit yang tak tahu harus menjadi cuaca apa hari ini. Aku bukan luka yang menganga, tapi bukan pula sembuh sepenuhnya. Aku hanya sedang sibuk menyulam tawa dari benang-benang air mata yang telag enggan ditampung oleh bantal. Jadi maaf, jika jawabanku tidak selesai. Ah, andai saja rasa bisa disuap bersama sedikit kasih, aku pasti sudah menelannya mentah-mentah dan menyebutnya kenyang. Namun tidak semua perih bisa ditelan sampai habis, bukan? A...