Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2024

Pulang Menuju Tenang

Pelataran pemberhentian itu sudah di depan mata. Suara berita tentang rute selanjutnya menggema. Tatapanku nanar terseok-seok karena manusia menjelma rusa liar yang ingin pulang ke perkumpulannya. Entah menuju keluarga, atau hanya pura-pura akrab pada keramaian agar tak terlihat begitu sendirian. Lalu gerbong tadinya terasa bagai gempa, mulai berhamburan bebannya. Jika kereta itu punya suara, mungkin begini kalimatnnya; "Dasar manusia! Memang sedikit  sekali sabarnya." Karena barangkali kesabaran sudah ikut terbuang bersama gerutuan kecil, atau sumpah serapah mengeluhkan sore riuh yang tentu saja esok masih juga sama. Bait akhir dari gentayagan suara si kereta mungkin berupa pertanyaan; "Sebenarnya manusia sedang mengejar apa?" Jika saja kereta panjang itu benar-benar bersuara, lantas menakuti ribuan manusia di sini, aku yang akan maju mengajaknya berkenalan. Mungkin kami akan berlarian mencari warung makan sebagai perantara tanya jawab seperti acara kuis yang dahul...

Mari Rayakan

Aku ingin kalian tahu, dibalik ribuan alasanku ingin pergi, nama mamahku layaknya obat merah Arak Cina-ampuh membuatku bertahan hingga kini. Tapi, bagaimana jika aku mati? Ini sebuah undangan untuk merayakan kematianku. Berdukalah secukupnya, lalu kembali bersuka cita dengan hidup kalian seperti biasanya. Anggap aku tidak pernah mati, karena aku akan lahir kembali sebagai aroma sebelum hujan, langit sore keunguan, bokeh lampu kemacetan, rasa gurih pada saus kacang sate, atau alunan musik sedu tanpa vokal. Anggap aku tidak pernah mati, karena aku akan mampir berupa kupu-kupu manis masuk lewat jendela menjelang bulan suci, setahun sekali. Anggap aku tidak pernah mati, karena nantinya aku akan muncul di serangkaian perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan. Tenang, aku akan selalu membiarkan semesta bekerja dan semua tidak akan ada yang sia-sia. Pakai baju hitam kalian yang paling nyaman di pemakamanku. Berikan tangkai-tangkai bunga sedap malam putih segar di atas nisanku,  layaknya me...

egosentris

Ada yang ingin makan sayur pare tapi berjuang sekuat tenaga mengolah dengan teknik dan bumbu beragam untuk semaksimal mungkin mengurangi rasa pahitnya. Hingga pare yang sudah diproses lebih baik lagi akhirnya bisa diterima oleh lidah orang-orang. Ada yang ingin makan permen asam tapi berjuang sekuat tenaga dengan menambahkan banyak gula untuk semaksimal mungkin mengurangi rasa asamnya. Hingga asam yang sudah diproses lebih baik lagi akhirnya bisa diterima oleh lidah orang-orang. Ada yang ingin makan ikan asin tapi berjuang sekuat tenaga mencuci berulang untuk semaksimal mungkin mengurangi rasa asinnya. Hingga ikan asin yang sudah diproses lebih baik lagi akhirnya bisa diterima oleh lidah orang-orang. Ada yang ingin makan sambal tapi berjuang sekuat tenaga menambah tomat, gula, dan bumbu lainnya untuk semaksimal mungkin mengurangi rasa pedasnya.  Hingga sambal yang sudah diproses lebih baik lagi akhirnya bisa diterima oleh lidah orang-orang. Ini tentang berproses menjadi lebih baik ...

Tolong jangan menyerah, mengenai aku.

Isi kepalaku gemar menjahit kemungkinan buruk yang barangkali akan terjadi dalam hidupku. Aku bisa saja tertawa dengan senangnya saat bertemu orang-orang di siang hari, lalu meringkuk ketakutan di sudut kamar saat malam hari jadi teman yang ikut serta mendengar pikiran burukku berceloteh. Isi kepalaku gemar menceritakan ketidakmampuan yang terukir pada setiap usahaku. Rasanya cemas. Isi kepalaku pernah bilang, aku tidak layak mendapatkan hal baik sebab terlampau banyak lakuna yang menganga dalam tiap kosongku.  Isi kepalaku pernah bilang, satu per satu orang akan pergi meninggalkanku karena tempramenku karena keras kepalaku. Isi kepalaku pernah bilang, aku tidak akan pernah jadi apa-apa sebab kurangku terlampau banyak sampai umurku menua dan tak lagi bisa menahannya. Aku ingin menahan segala gerombolan pikiran buruk itu. Kusemogakan dalam setiap doaku, semoga apa-apa yang dicerca oleh kepalaku di tiap malam bukan menjadi sebuah gambaran yang akan terjadi di masa depan.  Aku se...

Sawang Sinawang

Tentang apa yang memandang dan apa yang dipandang. Hari ini aku bersua dengan sahabatku. Kami tidak sering bertemu sejak kelulusan masa putih abu-abu itu. Barangkali dalam satu tahun sekali dua kali bertemu karena kesibukan yang saling berseberangan. Mentok-mentok hanya bertukar kabar lewat kolom pesan dan saling berkirim doa supaya segala urusan kami dimudahkan semuanya. Dulu, waktu umur kami masih tujuh belas, kami selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya jadi perempuan dewasa? Bagaimana rasanya jadi manusia umur dua puluh dua tahun yang konon adalah salah satu titik krisis umat manusia? Buku-buku kami baca, hampir semuanya sebagai bekal bersiap jadi dewasa. Tapi ternyata, yang terjadi nggak semudah bagaimana kami membaca di usia remaja dulu. Buku Andrea Hirata, Tere Liye, juga buku lain yang kami koleksi kala remaja kalau bisa berbicara-mungkin mereka akan bilang, "Itu, maksudku. Bagaimana rasanya jadi dewasa? Susah, kan?" Kepala dan hati dipenuhi khawatir dan takut kecewa....