Postingan

Lain kali, jika kamu bertemu dengan kopi diaduk dulu, ya?

Lain kali, jika kamu bertemu dengan kopi lagi-yang pada nyatanya ia adalah jelmaan dari cinta dan harapan. Jangan buru-buru menyesapnya. Duduklah dulu sejenak, tatap hitam pekat itu dalam-dalam. Sebab manis, kadang tak tergesa naik ke permukaan padahal ia tak kenal malu, juga sering sekali tak setia. Aku percaya terlalu dini pada seseorang yang hanya pandai mencintai bukan dari luar dariku. Yang memuja awal, tapi takut dengan kedalaman. Yang hadir dengan bunga dan kata-kata, tapi lari saat akar-akar luka mulai bicara. Di sana, sungguh banyak manusia yang manisnya lekas terasa. Yang akan membuat kita lupa bahwa tidak semua yang manis datang dari niat yang jujur. Kita, dengan senang hati duduk di hadapannya, menjadi cangkir yang sangat siap diisi tapi ternyata kita hanya dituang sebagian. Manisnya ia sisakan untuk awal saja, pahitnya pelan-pelan mengendap di lidah yang bodoh akan rasa. Cinta yang ia beri, memang tak pernah berniat menyatu. Hanya sekedar rasa yang dikemas manis agar aku t...

Untuk Mereka yang Paham

Bukan untuk semua, karena kamu bukan dunia yang bisa dimiliki siapa saja. Kamu adalah langit yang hanya cukup untuk satu pandang, bukan ribuan mata yang hanya ingin singgah.  Hidup ini, bukan tentang bisa menjadi semua hal untuk semua orang. Kami bukan api unggun yang harus membakar diri agar dianggap ada. Sebab, ada mereka yang tak meminta kamu jadi pelangi, mereka hanya bersyukur kamu masih langit, meski kadang kosong, meski kadang mendung. Karena bukan jumlah orang yang melihatmu yang menentukan nilaimu. Tapi satu jiwa yang bersyukur kamu pernah hadir, dan menyimpan namamu di hatinya seperti rahasia yang suci. Kamu hanya perlu hadir untuk mereka yang mencintai keberadaanmu tanpa syarat. Ada jiwa-jiawa yang tidak pernah memintamu sempurna, yang mencintaimu seperti bumi mencintai hujan-dengan syukur,meski tahu kamu tak bisa turun setiap waktu. Untuk mereka, kamu tidak harus selalu kokoh, cukup ada, cukup jadi kamu yang seadanya, dan itu sudah dianggap mukjizat. Mereka yang mencint...

In Your Timeless Gaze

Tuan, sepertinya jatuh cinta adalah agenda paling menyenangkan bukan? Setiap pesona yang kerap kali membawa debar paling kencang. Ingin jatuh lebih dalam pada tatap manik matanya yang memancarkan warna. Wajah  yang bersemi, pipi yang merona. Geral-gerik yang lugu. Lalu bunga-bunga  hati bersemi, ingin segera menuai untuk memberikannya sebuah hati. Lalu  sadar bahwa pada akhirnya jatuh adalah sakit. Oh, membayangkannya saja sudah rumit. Tuan, sepertinya tak perlu tergesa-gesa untuk bertemu. Ku harap engkau juga menghargai sebuah waktu. Mungkin Tuhan juga ingin memberiku  sebuah jeda untuk kembali memeluk separuh. Ku taruhkan separuhnya  untukmu melengkapi agar jadi kesatuan yang utuh. Barangkali sisa paling mutakhir yang ku persembahkan untukmu. Hanya sederhana yang ku harap engkau lihat maknannya. Karenanya aku sadari ada banyak hal yang perlu dipelajari. Sebab nantinya seumur hidup adalah pelajaran paling panjang untuk perjalanan hidup. Aku tak ingin hanya satu...

If it comes, let it and i it goes, let it.

Hidup adalah serangkaian perjumpaan dan perpisahan, seperti desir angin yang mengusap wajah lalu lenyap tanpa jejak. Seperti rintik hujan yang jatuh ke tanah hanya untuk menguap kembali ke langit. Kita manusia adalah saksi dari segala yang singgah dan hilang dalam senyap segala yang datang kepadamu bukanlah kebetulan, dan segala yang menjauh bukanlah kesalahan. Lihatlah laut ia tak pernah menahan ombak yang merindukan pantai, pun tak pernah menangisi yang kembali ke samudra. Lihatlah ranting-ranting tua, ia merelakan dedaunan yang gugur tanpa memohon agar tetap bertahan. Alam tahu, ada hal-hal yang ditakdirkan untuk datang, dan ada yang harus berlalu. Begitulah kehidupan, sebuah tarian antara mengenggam dan melepaskan. Kau pernah mencintai, bukan? Pernah mengenggam sesuatu begitu erat, seakan dunia tak akan lengkap tanpanya. Tapi kenyataan selalu punya cara untuk membukakan mata; bahwa yang kita genggam tak selamanya tinggal, dan  yang kita relakan bukan berarti abadi dalam sesal. ...

Lubang Harapan

Aku menggali lubang, bukan lagi untuk mati tapi untuk hidup. Yang kukubur adalah harapan semoga di masa depan dapat berbuah kebahagiaan. Yang kusiram dengan doa-doa , agar di ujung gelap ada sedikit cahaya yang menyapa, atau pelangi yang serupa. Semoga tumbuh dengan baik di segala musim, walaupun kadang musim kemarau datang mencekik. Tak apa, meski rantingku harus sedikit dipangkas atau tanahnya kadang keras, aku yakin hujan pasti datang melunakkan dengan deras. Jika di masa depan tak kunjung juga berbunga dan berbuah, tak apa. Semoga akarku kuat dan kokoh barangkali akarku jadi sandaran untuk cacing tanah yang lelah, yang susah payah menggemburkan aku. Semoga rantingku memiliki banyak cabang untuk burung membuat sarang, untuk mereka bergantung dan bersenandung. Semoga dedaunannya lebat dan rindang, untuk mereka yang butuh naungan dan perlindungan. Tak apa, aku disinggahi dengan singkat. Aku bersyukur bermanfaat walau hanya sesaat. Jika di masa depan tak kunjung juga berbunga dan berbu...

Hantu Tidak Hilang, Hanya Lupa

Kamu tidak pernah menguburku, tapi kamu membiarkanku memudar. Dan itu adalah takdir yang jauh lebih kejam. Karena dikuburkan harus diakui, diratapi, memiliki akhir yang ditulis dalam batu. Tapi memudar? Memudar adalah ditinggalkan di antara keduanya, berlama-lama dalam gema dari apa yang dulu, hanya ada di ruang-ruang di mana cahaya hampir tidak mencapai. Itu berarti menjadi hantu dalam cerita yang tidak ada yang selesai membaca, memori yang menyelinap melalui celah-celah waktu, tidak pernah sepenuhnya hilang tetapi tidak pernah benar-benar hadir. Kamu tidak pernah memberi aku belas kasihan perpisahan-hanya yang tenang dari semua yang dulu aku lakukan kepada kamu. Maka, aku menghantui tepi dunia kamu, bukan sebagai seseorang yang hilang, tetapi sebagai seseorang yang kamu pilih untuk dilupakan. Tapi apakah kamu ingat? Malam-malam yang kami habiskan untuk membicarakan masa depan yang tidak pernah kami capai, suara-suara hening melawan keheningan dunia pada pukul setengah tiga pagi. Dulu...